Agama Tuhan, Agama Perdamaian
oleh Nurul Intani*

Memilih agama yang diyakini adalah murni sebuah hasrat yang terbentuk tanpa adanya paksaan dan pengaruh dari siapapun, karena keyakinan adalah persoalan hati yang tidak dapat diukur dan diatur kemanapun ia berteduh. Apalagi agama merupakan sebuah hubungan antara manusia dengan tuhan yang mempengaruhi hubungan manusia dengan manusia. Agama secara bahasa berasal dari A yang berarti tidak dan Gama Yang berarti rusak, dan agama berarti tidak rusak. Sebab pada dasarnya semua agama mengajarkan pada kebaikan dan kedamaian, tidak ada agama yang mengajarkan pada kerusakan, kehancuran dan keburukan. Maka dari itu saling menghargai dan menghormati merupakan salah satu wujud bahwa kita mencintai sesama manusia yang juga memiliki hak untuk hidup dan berpendapat.


Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan hasil alam, budaya dengan berbagai macam perbedaan termasuk dalam hal keyakinan. Seperti selogannya ‘Bhineka Tunggal Ika’ walaupun berbeda-beda suku, budaya, RAS dan agama namun tetap satu jua, yakni Indonesia. Negara tidak pernah memaksa warga negaranya untuk meyakini salah satu agama tertentu, Negara memberi kebebasan penuh kepada warganya untuk memilih agama manapun yang mereka anggap benar dan sesuai dengan kerangka pikir masing-masing orang. Hal ini jelas di terangkan dalam Undang-undang dasar (UUD) 1945 bahwa negara menjamin kebebasan beragama dan berkepercayaan (Pasal 28E jo Pasal 29 ayat 1). Bahkan, dalam Pasal 28I UUD 1945 dinyatakan bahwa kebebasan beragama tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Sehingga tak ada seorangpun yang berhak menghakimi agama ataupun golongan agama apapun yang mereka anggap agama itu “menyesatkan” dengan cara yang sedemikian rupa (membunuh, mengancam dan membuat hukum sendiri).

Ketentuan itu masih diperkuat lagi dalam Pasal 22 UU No 39/1999 tentang HAM. Setiap orang mempunyai kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri. Setiap orang memiliki kebebasan, apakah secara individu atau di dalam masyarakat, secara publik atau pribadi untuk memanifestasikan agama atau keyakinan di dalam pengajaran dan peribadatannya. Dan negara berkewajiban menghormati dan menjamin kebebasan beragama atau berkepercayaan semua individu di dalam wilayah kekuasaannya tanpa membedakan suku, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, dan keyakinan, politik atau pendapat, penduduk asli atau pendatang, serta asal usulnya. Dalam konsep HAM, hak kebebasan beragama masuk ke ranah hak sipil dan hak politik. Sehingga dapat disimpulkan, Negara saja membebaskan siapapun untuk memilih agama yang dianggap benar, lalu apa hak kita sebagai sesama warga yang juga memiliki keyakinan yang beum tentu di yakini semua orang untuk menghakimi dan menjudge ‘agamaku adalah agama yang paling benar’ dan ‘agamamu adalah agama yang sesat karena mendustakan tuhan’.

Setelah mengurai sekilas tentang hukum Negara yang menjadi tempat asal kita berpijak dan bermukim, coba kita urai juga pandangan agama ‘pandangan islam’ bagaimana al-Qur’an dan hadits memaknai kebebasan beragama QS Al Baqarah:256 : "Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang teguh kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui." Islam memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada setiap umat manusia untuk memilih atau menolak suatu agama tertentu, berdasarkan keyakinannya. Seseorang dipersilakan menjadi seorang Muslim yang bersyukur, tunduk dan patuh akan ketentuan Allah SWT atau menjadi seorang yang kufur, menolak dan menentang ajaran-Nya. Hal ini sebagaimana secara tegas dinyatakan dalam QS Al-Insaan:3 : "Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus, ada yang bersyukur, ada pula yang kafir. Bahkan ketika Rasulullah SAW memiliki keinginan kuat agar setiap orang beriman kepada Allah SWT, menjadi Muslim yang baik, dan bila perlu dengan pemaksaan dan tekanan, maka Allah SWT langsung mengingatkannya, dengan firman-Nya dalam QS Yunus:99-100 : "Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang ada di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? Dan tidak ada seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.

Memilih agama yang diyakini adalah murni sebuah hasrat yang terbentuk tanpa adanya paksaan dan pengaruh dari siapapun, karena keyakinan adalah persoalan hati yang tidak dapat diukur dan diatur kemanapun ia berteduh. Apalagi agama merupakan sebuah hubungan antara manusia dengan tuhan yang mempengaruhi hubungan manusia dengan manusia. Agama secara bahasa berasal dari A yang berarti tidak dan Gama Yang berarti rusak, dan agama berarti tidak rusak. Sebab pada dasarnya semua agama mengajarkan pada kebaikan dan kedamaian, tidak ada agama yang mengajarkan pada kerusakan, kehancuran dan keburukan. Maka dari itu saling menghargai dan menghormati merupakan salah satu wujud bahwa kita mencintai sesama manusia yang juga memiliki hak untuk hidup dan berpendapat.

Dalam hal beragama Negara mengakui 6 agama dan menjamin kebebasan tersebut dalam UU yang sudah dijelaskan diawal. Maka dari itu, kita sebagai warga Negara yang patuh dan menjunjung nilai-nilai kebersamaan dan perdamaian. Kita harus mencoba untuk membangun toleransi antar umat beragama dan kebebasan beragama. Menurut Jappy Pellokila Toleransi dan kerukunan antar umat beragama bagaikan dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan satu sama lain. Kerukunan berdampak pada toleransi, atau sebaliknya toleransi menghasilkan kerukunan, keduanya menyangkut hubungan antar sesama manusia. Jika tri kerukunan antar umat beragama, intern umat seagama, dan umat beragama dengan pemerintah terbangun serta diaplikasikan pada hidup dan kehidupan sehari-hari, maka akan muncul toleransi antar umat beragama. Atau, jika toleransi antar umat beragama dapat terjalin dengan baik dan benar, maka akan menghasilkan masyarakat yang rukun satu sama lain.

Toleransi antar umat beragama harus tercermin pada tindakan-tindakan atau perbuatan yang menunjukkan umat saling menghargai, menghormati, menolong, mengasihi, dan lain-lain. Termasuk di dalamnya menghormati agama dan iman orang lain; menghormati ibadah yang dijalankan oleh orang lain; tidak merusak tempat ibadah; tidak menghina ajaran agama orang lain; serta memberi kesempatan kepada pemeluk agama menjalankan ibadahnya. Di samping itu, maka agama-agama akan mampu untuk melayani dan menjalankan misi keagamaan dengan baik sehingga terciptanya suasana rukun dalam hidup dan kehidupan masyarakat serta bangsa.




*Mahasiswi IAIN Walisongo Semarang. Ketua Lembaga Advokasi Komisariat PMII Walisongo, Semarang 2009/2010
Komentar Masuk (0 komentar)
Belum ada komentar